Generasi Selfie Sasaran Kapitalisasi dan Sekularisasi
“Setiap detik, terdapat sekitar 700000
pencarian di Google, 695000 status baru di Facebook, 98000 status Twitter, 1500
tulisan blog, 600 lebih video diunggah ke Youtube, dan statistik mencengangkan
lainnya” (Go-Globe.com).
Adalah “generasi milineal”, sebuah sebutan yang dialamatkan untuk
mereka yang lahir di tahun ’80-an ke atas. Mereka adalah generasi dengan
sederet ciri, diantaranya: akrab dengan gadget, memiliki akses internet setiap
saat, berbagai akun media sosial dimiliki, mengidap FOMO (Fear Of Missing Out,
perasaan takut ketinggalan informasi atau berita yang sebenarnya tidak
bermanfaat dan tidak relevan dengan kebutuhan mereka), dan ciri lainnya yang
juga menonjol yaitu gila selfie. Generasi milineal ini tidak lain adalah
kalangan kaum muda.
Masa muda adalah selintas masa di sepenggal usia yang akan menjadi
salah satu perkara untuk bahan bertanya. Masa muda adalah masa
ketika segala macam nikmat berada dalam kondisi dan potensi yang
paling kuat. Kelak di akhirat, Allah akan menuntut tanggung jawab tentang untuk
apa masa muda setiap orang dipergunakan. Menjadi pertanyaan kita bersama,
bagaimana nasib satu bangsa ketika sederet ciri-ciri di atas begitu menggejala
di kalangan kaum mudanya? Ketika generasi dengan segenap potensi menjelma hanya
menjadi generasi ahli selfie, maka inilah kondisi yang mengundang ancaman
kapitalisasi dan sekularisasi.
Islam adalah Dien sempurna
yang diturunkan oleh Yang Maha Sempurna. Melalui Rasulullah saw yang
diutus-Nya, ajaran islam dibisyarahkan
menjadi rahmat, tidak hanya untuk segenap manusia, tapi juga untuk seluruh alam
semesta. Namun, adakah kini bisyarahkerahmatan
islam merupakan satu kenyataan yang dapat kita temukan? Tidak, tidak kita
temukan.
Pemuda muslim yang seharusnya menjadi pelopor perubahan, kini
tidak lain adalah bagian dari generasi milineal itu sendiri. Mereka tidak luput
dari gejala generasi selfie. Alih-alih sekadar mengenali tokoh-tokoh mulia
shahabat-shahabiyat, mereka justru gandrung dan mengidolakan figur-figur
selebriti. Adalah kaum muda pula yang disibukan fenomena Lovers dan
Haters, meramaikan pameran kehidupan pribadi dunia selebriti.
Jika tidak ada upaya penyelamatan, Era digitalisasi kini dapat
menempatkan kaum muda dalam kepungan kekuatan kapitalisme dan sekulerisme. Abad
informasi digital menghantam kaum muda dengan arus kencang kapitalisasi dan
sekulerisasi, dua agenda yang nampaknya memang bersimbiosis.
Akibat serius yang sangat mengkhawatirkan dari arus kapitalisasi
dan sekularisasi digital tersebut adalah: kaum muda muslim tidak
lebih hanya menjadi seperti mesin ekonomi penghasil uang. Hal ini karena dengan
statistik data pengguna internet dan media sosial yang mencapai ratusan juta
meniscayakan transaksi perdagangan bebas secara massif tidak hanya terjadi
secara langsung tetapi juga secara online.
Akibat tak kalah serius lainnya adalah lumpuhnya saraf berpikir
dan idealisme kaum muda, serta membuat mereka terjauhkan dari Dienmereka. Bagaimana
tidak? Kedudukan tsaqafah islam sebagai ‘informassi mulia dan
penting’ bagi generasi muda menjadi terpinggirkan karena tergantikan dengan
nilai sekuler dan tsaqafah barat. Tsunami informasi ini juga menjadikan
kedudukan ilmu yang bermanfaat tersejajarkan dengan gosip murahan, iklan produk
dan informasi gaya hidup yang tidak berharga.
Menyadari bahwa kondisi seperti yang digambarkan di atas dapat
menghantarkan kaum muda muslim pada terjadinya krisis identitas dan krisis
iman, maka perlu dilakukan upaya tandingan. Salah satu wujud upaya itu
digencarkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI secara intensif melakukan
upaya “dakwah digital” pada kalangan muda demi mengarahkan perhatian
terbesarnya pada kemuliaan islam dan kamaslahatan umat. Aktif berdakwah melalui
berbagai kreasi strategi di era digital informasi, tak jarang HTI kemudian
mengkopi-daratkan berbagai kalangan dalam berbagai forum-forum pencerahan.
Pada tanggal 7 Mei 2016, bertempat di Jogja Expo Center (JEC
lantai 2) Yogyakarta Indonesia, diagendakan divisi Muslimah HTI akan
menyelenggarakan Konferensi Perempuan bertema “Pemuda Muslim : Pelopor
Perubahan Hakiki”. Forum ini akan melibatkan kalangan tokoh, pengamat, pembuat
kebijakan, aktivis pemuda dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan kota-kota besar
sekitarnya, serta kalangan jurnalis muslimah dari berbagai media.
Diharapkan acara ini dapat meng-counter serangan
kapitalisme dan sekulerisme yang menghantam hati dan pikiran anak-anak dan
pemuda muslim. Dengan menyajikan pemahaman yang jelas tentang kepribadian islam
yang wajib dikembangkan dalam diri anak-anak dan pemuda muslim, semoga fenomena
generasi selfie yang terkepung arus kapitalisasi dan sekulerisasi dapat
diredam. Alhasil, potensi generasi muda dapat terarahkan pada jalur yang mulia,
yaitu menuju izzul
islam wa al-muslimin.
Identitas Penulis
Nama : Umi Hani
Asal : Tegal Jawa Tengah
Status : Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Pemerhati
Remaja
Posting Komentar
isi disini